Pekan lalu telah diselenggarakan Mandiri Jogja Marathon 2018 (15/04/2018) yang menjadi lomba tahun kedua, di Prambanan, Sleman DIY. Aku diajak menontonnya meskipun agak bingung, apa yang menarik, apa yang akan diceritakan? Namun aku tetap berangkat juga, kali saja ada kontes atau kuis, aku dapat menjawabnya 😀.
Kepanikan sore hari
Drama banget sehari sebelum hari H. Sore hari aku lalai menguras oli motor, dan ternyata oli pengganti tinggal separuh botol. Kuhubungi teman agar bisa membonceng esok hari. Sambil berkomunikasi dengan pesan berantai, aku mencari bengkel untuk membeli oli. Siapa tahu ada yang masih buka meskipun sudah pukul 17.15 WIB. Alhamdulillah masih ada bengkel kecil yang buka, meskipun harga oli kelewat mahal. Aku meminta pada teman itu agar mau melewati jalan dekat tempat tinggal. Iya, aku tetap membonceng karena motor juga tidak bisa ngebut.
![]() |
Pasang aksi sebelum lari. |
Setelah lama menunggu jawaban, temanku mau juga melewati jalan dekat tempat tinggal. Namun akhirnya pukul 20.00 WIB kubatalkan, karena mendadak mendapat penginapan di Tirta Martani, Kalasan Sleman, DIY, sekitar 4 km dari lokasi. Jadi, pukul 19.00 WIB aku dihubungi mbak narahubung (sekaligus makelar penginapan lain 😁) ada kamar kosong berpendingin ruangan. Aku lalu menghubungi seorang teman yang bertugas meliput lomba, apa mau menginap dekat Prambanan? Singkat cerita, dengan patungan Rp.100.000 aku menginap dekat Prambanan.
Baca juga: Belajar Memotret pelari dan aributnya
Daripada semalaman tidak bisa tidur (agar tidak telat), belum lagi jika ada kejadian tak terduga di jalan. Lebih baik keluar uang untuk menginap dekat lokasi. Saat teman lain sudah sampai lokasi, aku masih guling-guling di kasur 😂. Prinsipnya, waktu Shubuh pukul 04.25 WIB aku harus sudah di lokasi. Lupakan start full marathon, toh sia-sia diabadikan dengan kamera gawaiku (baca: butuh kamera).
Keluhan peserta
Beberapa teman ikut Mandiri Jogja Marathon 2018, belum mulai mereka sudah mengeluh di media sosial. Tenda untuk shalat dengan tempat start jauh, 700 meter. Kulihat ada sih tempat shalat permanen dekat tempat start, tapi luasnya sekitar 3x4 meter, tidak cukup menampung ribuan peserta full marathon. Satu teman sempat-sempatnya nulis status, mau wudhu saja susah air.... panitia tidak peka.
Jalannya lomba juga tidak luput dari kritik. Dari stasiun air, beberapa marshall di jalan yang kurang sigap, hanya menyediakan 1 macam buah, keluhan wet sponge, water sprinkler, dan medis. Tidak ketinggalan, jalur yang tidak steril. Sebagian keluhan diluapkan di media sosial, forum, dan blog (meskipun kemudian dihapus karena takut). Sebagai contoh, bacalah komentar di akun ini dan unggahan media sosial bertagar #MandiriJogjaMarathon2018
Pandangan mata
Aku memang tidak kemana-mana, hanya di lokasi start dan finish sambil memperhatikan sekeliling. Lokasi finish terbagi 2, half dan full marathon di sisi barat. Sedangkan 5k dan 10k di sisi timur. Jalan selebar 2 meter itu masih dibagi 2 lagi, yang memisahkan kedua kategori lari.
Beberapa pelari salah masuk finish, harusnya 5k masuk ke jalur 10k dan sebaliknya. Pembawa acara pun mengingatkan panitia untuk lebih sigap mengarahkan peserta masuk garis finish yang benar. Aku juga sempat melihat ada peserta yang ambruk di garis finish, entah pingsan atau kecapekan. Pembawa acara pun terlihat gemes dengan kelambanan medis waktu itu. Aku kurang paham apakah keterbatasan jumlah medis, atau mereka tidak terlatih.
Saat pulang sekitar pukul 11.15 WIB, aku melewati sedikit jalur lomba. Masih ada sisa-sisa pelari full marathon berjuang mencapai finish. Jalur tidak 100% steril, beberapa warga bermotor nekat menerobos jalur terlarang. Padahal lebar jalan hanya 2 meter. Hampir lupa, tidak semua jalur lomba beraspal, depan penginapan yang dilewati full dan half marathon jalannya hanya paving block.
Menurut koran, acara ini memang dikemas sport tourism. Sehingga "dianggap" wajar jika jalur tidak steril 100%. Penghambat lain di jalur lomba adalah sebagian pelari secara berkelompok menyempatkan diri swafoto di tengah jalur lomba. Teman saya sampai curhat, tahun ini penyelenggaraan menurun dari tahun sebelumnya, termasuk total hadiah yang diperebutkan.
Aku baru tahu ada rungrapher, semacam pemotret yang mengkhususkan diri memotret para pelari. Selama ini aku hanya tahu idolgrapher, selain footballgrapher di luar negeri.
Intinya, kita bisa menonton pelari melakukan start, memasuki finish, perjuangan mereka, hingga melihat yang manis-manis. Sudah disediakan pula tenda kuliner, memanjakan penonton dan pelari meski harga bandrol agak mahal.
Aku baru tahu ada rungrapher, semacam pemotret yang mengkhususkan diri memotret para pelari. Selama ini aku hanya tahu idolgrapher, selain footballgrapher di luar negeri.
Intinya, kita bisa menonton pelari melakukan start, memasuki finish, perjuangan mereka, hingga melihat yang manis-manis. Sudah disediakan pula tenda kuliner, memanjakan penonton dan pelari meski harga bandrol agak mahal.
Semoga tahun mendatang penyelenggaraan acara ini lebih baik lagi.
Catatan
Tulisan ini bukan pesanan maupun dibayar.
Catatan
Tulisan ini bukan pesanan maupun dibayar.